Menikah, Mahar Berupa Hafalan Al Qur An Bolehkah?
Melihat pernikahan artis Cut Meyriska Roger Danuarta bertepatan dengan hari kemerdekaan Indonesia yang ke 74 pada tanggal 17 Agustus 2019 dikala itu Roger Danuarta memakai Mahar hafalan Al Quran sebagai salah satu mahar yang diberikan ke Cut Meyriska, bagaimanakah pandangan dalam Syariat Islam tentang mahar berupa hafalan Al Quran ini, mari kita simak bantu-membantu dikutip dari situs https://umma.id/post/mahar-berupa-hafalan-al-quran-bolehkah-289192?lang=id
Pertanyaan :
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Semoga ustadz sekeluarga selalu dalam lindungan Allah SWT, amin.
Kemarin saya menghadiri sebuah akad nikah di sebuah pesantren penghafal Al-Quran. Saya agak kaget ketika dibacakan maharnya. Ternyata maharnya berupa hafalan ayat Al-Alquran, ialah surat Ar-Rahman.
Maka di majelis itu sang mempelai pria langsung membacakan surat Ar-Rahman itu dengan dihafal sampai simpulan. Dan hadirin pun khusyu' mendengarkan, termasuk mempelai perempuan.
Nah, yang membuat aku penasaran, apakah mampu dibenarkan bacaan hafalan Al-Quran sebagai mahar. Tetapi seorang kiyai yang duduk akrab saya bilang bahwa itu adalah sunnah Nabi SAW. Sebab di era dia ada shahabat yang maharnya juga berupa hafalan Al-Quran.
Saya masih agak kurang paham dan ingin bertanya eksklusif kepada ustadz yang merupakan andal dalam masalah fiqih dan urusan memahami nash hadits.
Jadi mohon ustadz berkenan menjelaskan problem masalah mahar pakai hafalan Al-Alquran ini. Dan jika benar ada hadits wacana itu, mohon dijelaskan juga ihwal bagaimana kita memahaminya.
Terima kasih buat ustadz dan jazakallah khairal jaza'.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Jawaban :
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Apa yang Anda ceritakan itu memang seringkali kita temukan, yaitu pertolongan mahar kepada calon istri berupa berupa hafalan Al-Alquran. Memang mahar mirip ini tidak sebagaimana lazimnya yaitu emas, uang, harta atau perabotan rumah tangga lainnya.
Lalu sang pengantin pria membacakan hafalan surat yang ada di kepalanya di depan sang calon istri ketika itu juga. Dan tentunya juga didengar oleh seluruh hadirin yang ada.
Kiyai yang memberikan klarifikasi kepada Anda itu memang tidak salah. Sebab memang ada hadits yang menyebutkan hal semacam itu.
Dan tidak mampu dipungkiri bahwa teks hadits itu secara ekplisit memang menyebutkan bahwa mahar itu berupa hafalan Al-Alquran. Sehingga wajar bila tidak sedikit orang yang memahami bahwa mahar itu boleh berupa hafalan Al-Quran. Lengkapnya hadits itu sebagai berikut :
Pertanyaan :
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Semoga ustadz sekeluarga selalu dalam lindungan Allah SWT, amin.
Kemarin aku menghadiri sebuah ijab kabul di sebuah pesantren penghafal Al-Alquran. Saya agak kaget dikala dibacakan maharnya. Ternyata maharnya berupa hafalan ayat Al-Alquran, yakni surat Ar-Rahman.
Maka di majelis itu sang mempelai laki-laki eksklusif membacakan surat Ar-Rahman itu dengan dihafal hingga simpulan. Dan hadirin pun khusyu' mendengarkan, termasuk mempelai perempuan.
Nah, yang membuat aku penasaran, apakah bisa dibenarkan bacaan hafalan Al-Quran sebagai mahar. Tetapi seorang kiyai yang duduk dekat aku bilang bahwa itu yakni sunnah Nabi SAW. Sebab di periode dia ada shahabat yang maharnya juga berupa hafalan Al-Quran.
Saya masih agak kurang paham dan ingin bertanya eksklusif kepada ustadz yang merupakan hebat dalam duduk perkara fiqih dan urusan memahami nash hadits.
Makara mohon ustadz berkenan menjelaskan persoalan problem mahar pakai hafalan Al-Quran ini. Dan jika benar ada hadits wacana itu, mohon dijelaskan juga wacana bagaimana kita memahaminya.
Terima kasih buat ustadz dan jazakallah khairal jaza'.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Jawaban :
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Apa yang Anda ceritakan itu memang seringkali kita temukan, yaitu sumbangan mahar kepada calon istri berupa berupa hafalan Al-Alquran. Memang mahar seperti ini tidak sebagaimana lazimnya yaitu emas, uang, harta atau perabotan rumah tangga lainnya.
Lalu sang pengantin pria membacakan hafalan surat yang ada di kepalanya di depan sang calon istri saat itu juga. Dan tentunya juga didengar oleh seluruh hadirin yang ada.
Kiyai yang menunjukkan klarifikasi kepada Anda itu memang tidak salah. Sebab memang ada hadits yang menyebutkan hal semacam itu.
Dan tidak mampu dipungkiri bahwa teks hadits itu secara ekplisit memang menyebutkan bahwa mahar itu berupa hafalan Al-Alquran. Sehingga wajar bila tidak sedikit orang yang memahami bahwa mahar itu boleh berupa hafalan Al-Alquran. Lengkapnya hadits itu sebagai berikut :
عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ أَنَّ النَّبِيَّ جَاءَتْهُ امْرَأَةٌ فَقَالَتْ: ياَرَسُولَ اللهِ إِنّيِ وَهَبْتُ نَفْسِي لَكَ. فَقَامَتْ قِيَامًا طَوِيْلاً. فَقَامَ رَجُلٌ فَقَالَ: يَارَسُولَ اللهِ زَوِّجْنِيْهَا إِنْ لَـمْ يَكُنْ لَكَ بِهَا حَاجَة. فَقَالَ رَسُولُ اللهِ : هَلْ عِنْدَكَ مِنْ شَيْءٍ تُصْدِقُهَا اِيَّاهُ؟ فَقَالَ: مَا عِنْدِيْ اِلاَّ اِزَارِيْ هذَا. فَقَالَ النَّبِيُّ اِنْ اَعْطَيْتَهَا اِزَارَكَ جَلَسْتَ لاَ اِزَارَ لَكَ فَالْتَمِسْ شَيْئًا. فَقَالَ: مَا اَجِدُ شَيْئًا. فَقَالَ: اِلْتَمِسْ وَلَوْ خَاتَمًا مِنْ حَدِيْدٍ. فَالْتَمَسَ فَلَمْ يَجِدْ شَيْئًا. فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ : هَلْ مَعَكَ مِنَ اْلقُرْآنِ شَيْئٌ؟ قَالَ: نَعَمْ. سُوْرَةُ كَذَا وَسُوْرَةُ كَذَا لِسُوَرٍ يُسَمِّيْهَا. فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ : قَدْ زَوَّجْتُكَهَا بِمَا مَعَكَ مِنَ اْلقُرْآنِ
Dari Sahal bin Sa'ad bahwa nabi SAW didatangi seorang wanita yang berkata,"Ya Rasulullah kuserahkan diriku untukmu", Wanita itu bangkit lama kemudian berdirilah seorang laki-laki yang berkata," Ya Rasulullah kawinkan dengan saya saja kalau kamu tidak ingin menikahinya". Rasulullah berkata," Punyakah kau sesuatu untuk dijadikan mahar? dia berkata, "Tidak kecuali hanya sarungku ini" Nabi menjawab,"kalau kamu berikan sarungmu itu maka kamu tidak akan punya sarung lagi, carilah sesuatu". Dia berkata," aku tidak mendapatkan sesuatupun". Rasulullah berkata, " Carilah walau cincin dari besi". Dia mencarinya lagi dan tidak juga menerima apa-apa. Lalu Nabi berkata lagi," Apakah kau menghafal qur'an?". Dia menjawab,"Ya surat ini dan itu" sambil menyebutkan surat yang dihafalnya. Berkatalah Nabi,"Aku telah menikahkan kalian berdua dengan mahar hafalan qur'anmu" (HR Bukhari Muslim).
Secara zahir kalau ada orang beropini bolehnya mahar berupa hafalan Al-Quran, memang tidak mampu dipungkiri dan wajar.
Pendapat Yang Berbeda
Namun bukan rahasia lagi bahwa dalam menarik kesimpulan hukum kita menemukan pendapat-pendapat yang berbeda, meski tetap mengacu kepada dalil yang sama.
Sebagian ulama memandang bahwa hakikat mahar itu ialah pemberian yang berupa harta, berapa pun nilainya. Sedangkan bila hanya berupa hafalan ayat Al-Quran, meski zahir nashnya demikian, namun tetap harus dipahami dengan benar sebagaimana maksudnya.
a. Mahar Adalah Pemberian
Seorang calon suami boleh saja merasa dirinya sudah menjadi hafidz (penghafal) Al-Alquran. Tetapi hafalan yang ada di kepalanya bukanlah sesuatu yang mampu diberikan kepada orang lain.
Bila mahar berupa hafalan Al-Quran, justru melanggar pengertian mahar itu sendiri. Karena mahar itu sumbangan dan hafalan Al-Quran tidak bisa diberikan. Sebab otak kita tidak mampu dicopykan hafalan Al-Alquran mirip komputer.
b. Memahami Dalil Dengan Benar
Kalau harus berupa harta, lantas bagaimana dengan hadits di atas yang tegas menyebutkan mahar dengan hafalan Al-Quran?
Jawabnya bahwa hadits di atas harus dibaca dengan utuh dan dihentikan dipakai sepotong-sepotong. Hadits di atas memang menceritakan bagaimana Rasulullah SAW menyarankan atau membolehkan pria itu memberi mahar berupa hafalan Al-Alquran. Tetapi bila dilihat secara seksama, bahu-membahu ada proses sebelumnya. Tidak ujug-ujug dia bilang begitu.
Awalnya Rasulullah SAW meminta semoga mahar berupa harta, tetapi alasannya pria itu terlalu miskin, ia SAW membolehkan harta dengan nilai yang amat kecil, hanya berupa cincin dari besi. Namun sudah dicari dan diupayakan, ternyata tetap tidak didapat juga, risikonya apaboleh buat, Rasulullah SAW pun mempersilahkan maharnya berupa hafalan ayat Al-Alquran.
Kesimpulannya, kalaupun mau bayar mahar dengan hafalan Al-Alquran, maka posisinya harus diletakkan pada pilihan terakhir, sesudah mengupayakan memberi harta meski cuma sedikit pun tidak punya. Jangan ujug-ujung pribadi mahar berupa hafalan Al-Alquran.
c. Memahami Hadits Dengan Mengaitkan Kepada Hadits Lain
Menarik kesimpulan hukum secara terburu-buru dengan memakai sepotong dalil ialah sebuah keteledoran. Seorang faqih dan mujtahid wajib menggunakan semua hadits dan dihentikan hanya berdalil dengan sepotong hadits.
Sebab jikalau kita hanya memakai hadits ini saja, tanpa melihat dan membandingkan dengan sekian banyak hadits dan dalil-dalil syar'i lainnya, kita jadi orang yang memakai dalil sepotong-sepotong. Dan menggunakan dalil sepotong-sepotong itu bukan perbuatan terpuji. Bahkan para ahli kitab di kurun kemudian dilaknat Allah alasannya adalah salah satunya alasannya adalah mereka menggunakan kitab secara sepotong-sepotong. Dan Al-Quran sendiri mempertanyakan tindakan ini sebagai tindakan yang keliru.
Maka selain hadit di atas, kita juga harus melihat hadits lainnya wacana mahar dan nilainya di abad Rasulullah SAW. Rasululah SAW sendiri tidak pernah bayar mahar pakai bacaan atau hafalan Al-Alquran. Padahal ia yakni oran yang paling tinggi derajatnya dalam hafalan Al-Quran.
Tetapi mahar ia kepada para istrinya tetap berupa harta. Kepada Khadijah radhiyallahuanha diriwayatkan maharnya berupa 10 atau 100 ekor unta. Kepada Aisyah dan lainnya berupa uang sebanyak 500 dirham perak.
كَانَ صِدَاقُهُ لأَزْوَاجِهِ ثِنْتَى عَشْرَةَ أوْقِيَةً وَنَشًّا قَالَ: قَالَتْ: أتَدْرِى مَا النَّشُّ ؟. قَالَ: قُلْتُ: لاَ! قَالَتْ: نِصْفُ أوْقِيَةٍ ؛ فَتِلْكَ خَمْسُمِائَةِ دِرْهَمٍ. فَهَذَا صِدَاقُ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لأَزْوَاجِهِ.
Aisyah berkata,"Mahar Rasulullah kepada para isteri ia yakni 12 Uqiyah dan satu nasy". Aisyah berkata,"Tahukah engkau apakah nash itu?". Abdur Rahman berkata,"Tidak". Aisyah berkata,"Setengah Uuqiyah". Kaprikornus semuanya 500 dirham. Inilah mahar Rasulullah saw kepada para isteri ia. (HR. Muslim)
Di kala Rasulullah SAW, uang 1 dinar emas bisa untuk membeli seekor kambing sebagaimana hadits Urwah Al-Bariqi. Dan perbandingan nilai dirham dengan dinar berkisar antara 1 : 10 hingga 1 : 12. Maksudnya, satu dinar di periode itu setara dengan 10 hingga 12 dihram.
Makara jika mahar Rasululah SAW itu 500 dirham, berarti dengan uang itu kira-kira mampu untuk membeli kurang lebih 41 ekor kambing. Tinggal kita hitung saja berapa harga kambing ketika ini. Anggaplah misalnya sejuta rupiah per-ekor, maka kurang lebih nilai 500 dirham itu 40-an juta rupiah.
d. Bukan Memamerkan Hafalan Tetapi Mengajarkan
Dan hadits di atas juga harus diubahsuaikan dengan hadits lainnya yang menjelaskan. Dalam beberapa riwayat yang shahih disebutkan bahwa Rasulullah SAW bersabda :
اِنْطَلِقْ لَقَدْ زَوَّجْتُكَهَا فَعَلِّمْهَا مِنَ اْلقُرْآنِ
Dan dalam riwyat lain oleh Muslim : Nabi SAW bersabda, “Pergilah, sungguh saya telah menikahkan kamu dengannya, maka ajarilah beliau dengan Al-Qur’an”.
Maka yang dijadikan mahar bukan ekspo hafalan Al-Quran di majelis pernikahan, melainkan berupa 'jasa' untuk mengajarkan Al-Quran berikut dengan ilmu-ilmu yang terkandung di dalamnya.
Dan kita dapati dalam riwayat Abu Hurairah disebutkan bahwa jumlah ayat yang diajarkannya itu yakni 20 ayat.
Kesimpulan
Kalau yang dimaksud bahwa mahar hafalan Al-Quran itu sekedar memamerkan hafalan Al-Quran, nampaknya masih agak jauh dari makna dan maksud mahar yang bahu-membahu.
Namun jikalau yang dimaksud yakni dengan hafalannya itu seorang suami mengajarkan Al-Quran, maka jasa mengajar itu ialah salah satu wujud harta juga. Logika ini berdasarkan irit penulis agak lebih masuk akal dan akal kita.
Bukankah mahar Nabi Musa 'alaihissalam kepada istrinya juga berupa jasa juga. Jasa yang dimaksud yaitu jasa menggembala kambing selama 10 tahun lamanya.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc., MA
0 Response to "Menikah, Mahar Berupa Hafalan Al Qur An Bolehkah?"
Post a Comment